Skip to main content

Sejarah singkat dibentuknya Airlangga Inclusive Learning (AIL) di Universitas Airlangga dilatarbelakangi oleh kesadaran atas adanya berbagai peraturan perundangan yang mendorong layanan pendidikan bagi MBK. Peraturan tersebut diantaranya tertuang dalam UUD 1945, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas, dan Permenristekdikti nomor 46 tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi. Peraturan perundangan ini menyatakan bahwa pemerintah menjamin hak individu berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan, dan bahwa setiap warga negara berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang.

AIL secara struktural menjadi bagian dari Direktorat Pendidikan Universitas Airlangga. Pada tahun 2016, Direktorat Pendidikan membentuk sebuah unit kecil sebagai tim pemula untuk melakukan studi banding mengenai pengelolaan MBK di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Direktur Pendidikan pada saat itu, Prof. Ni Nyoman Tirtaningsih, menganggap bahwa sudah waktunya Universitas Airlangga lebih memperhatikan rekan-rekan MBK. Beberapa anggota tim pemula dikirim untuk mengunjungi Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya untuk melihat secara langsung sistem pengelolaan MBK. Kunjungan juga dilakukan ke Universitas Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya untuk memperoleh informasi mengenai pengelolaan dan fasilitas yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi MBK. Pada tahun 2017, melalui studi banding dan keikutsertaan dalam sejumlah pelatihan di Jakarta dan Malang, terkumpul lebih banyak informasi untuk memahami pengelolaan universitas yang ramah terhadap MBK.

Pada tahun 2018, AIL dengan dimotori oleh Dr. Nono Hery Yoenanto, S.Psi., M.Pd., Psikolog melakukan berbagai pembenahan dalam penyediaan layanan pendidikan inklusif di Universitas Airlangga. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan antara lain FGD layanan pendidikan inklusif dengan melibatkan berbagai pihak, penyusunan modul pendampingan MBK dan modul pelatihan relawan pendamping MBK, perekrutan dan pelatihan relawan pendamping MBK, serta kegiatan sosialisasi pendidikan inklusif kepada civitas akademik Universitas Airlangga. Langkah-langkah ini ditempuh seiring dengan adanya keterbukaan beberapa Fakultas, misalnya FISIP, FIB, dan FKM, dalam menerima MBK yang mengalami disabilitas penglihatan/low vision, pendengaran, fisik, cerebral palsy, maupun autis. Salah satu Fakultas yang gencar memperbaiki layanan bagi MBK adalah FISIP, yang sejak tahun 2017 menjalin kerja sama dengan AUNDPPnet untuk menerima MBK dengan beasiswa dari AUNDPPnet pada Program Studi S2 Kebijakan Publik.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan layanan dan mengembangkan kesadaran civitas akademik di lingkungan Universitas Airlangga untuk mendorong implementasi pendidikan inklusif. Data dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa lingkungan sosial yang peduli terhadap keberadaan MBK, termasuk dosen, tenaga kependidikan, dan rekan mahasiswa lainnya, memiliki peran yang sangat besar bagi pengembangan pendidikan inklusif.

Universitas Airlangga secara bertahap juga membenahi fasilitas dan sarana prasarana untuk menunjang pembelajaran MBK. Sebelum AIL berkegiatan, hampir semua fasilitas belum ramah bagi individu berkebutuhan khusus. Perlahan, kesadaran mengenai pentingnya fasilitas yang mudah diakses mulai berkembang di berbagai fakultas, sehingga saat ini semakin banyak fakultas yang telah mempertimbangkan aksesibilitas civitas akademik berkebutuhan khusus.

Sejak tahun 2019, AIL dengan dimotori oleh Dr. Fitri Mutia A.KS., M.Si. melanjutkan program-program yang telah dirintis sebelumnya, termasuk menyelesaikan penyusunan Pedoman/Panduan Layanan Pendidikan Inklusif di Universitas Airlangga. AIL juga mengembangkan kerjasama dengan berbagai unit kerja di lingkungan Universitas Airlangga, misalnya Perpustakaan, guna mengembangkan layanan pendididikan yang inklusif. Pada tahap ini, layanan pendidikan inklusif dikembangkan bukan hanya bagi MBK, melainkan juga seluruh civitas akademik berkebutuhan khusus di lingkungan Universitas Airlangga.